Binar di Pesara

Binar di Pesara – oleh: Thoudy Badai

Hari terasa cepat berlalu bagi Nadi Bin Eji alias Amang (47). Sudah hampir 18 jenazah ia makamkan sore itu. Bukan sembarang jenazah, namun jenazah korban Covid-19, virus yang kini tengah menghantui seluruh penjuru dunia. Amang dan para penggali kubur di Pondok Ranggon, Jakarta Timur pun gelisah, sebab mereka yakin esok atau lusa masih akan banyak lagi jenazah dengan virus yang sama yang harus mereka kebumikan.

Tak jarang banyaknya jenazah yang datang menyebabkan Amang harus pulang larut malam, pulang ketika saat buah hati sudah terlelap. Sebelum memasuki rumah, ia harus memastikan dirinya bersih dengan cairan disinfektan yang disiapkan sang istri, Amang juga wajib untuk mandi di komplek pemakaman dulu sebelum beranjak pulang.

Menjadi tukang gali kubur adalah menjadi sebuah pilihan hidup, 23 tahun ia mengabdikan diri di garda belakang. Ketika pandemi menyebar, rasa khawatir kerap memuncak, ketika takdir mengharuskannya bersentuhan langsung dengan musuh tak kasat mata, dengan segala resiko yang akan dihadapinya bersama keluarga.

“Sempat terpikir untuk berhenti dari pekerjaan ini, tapi keluarga berusaha untuk tetap menguatkan saya” ujar Amang.

Selama pandemi ini, dalam sehari Amang pernah menggali kubur untuk 32 jenazah, sebuah angka yang menjadi rekor tertinggi bagi dirinya pada bulan Mei lalu. Semua itu tak menyurutkan semangatnya untuk tetap berjuang menjadi garda terakhir, sekaligus garda terdepan untuk keluarganya.

Bukan mustahil jika paparan virus ini menyebar di tempat peristirahatan terakhir. Berbagai cara dan siasat dilakukan bapak tiga anak ini. Baju hazmat, sarung tangan, masker, hand sanitizer, serta vitamin kini menjadi senjata baru selain cangkul dan garpu. Semua itu dilakukan agar bisa selalu membawa kabar baik untuk keluarganya.

Layaknya damar di ruang gelap, Amang rela berjibaku di tengah terik hingga gelapnya malam, menyalakan api dan suluh perjuangan untuk menjaga mimpi-mimpi di ujung pesara.

Thoudy Badai Rifanbillah, lahir di Bandung 12 September 1996. Pertama kali mengenal fotografi saat berkuliah di UIN Sunan Gunung Djati Bandung dan bergabung pada komunitas Photosspeak pada 2014. Kini Thoudy merupakan pewarta foto harian Republika berbasis di Jakarta dengan penugasan isu nasional dan metropolitan.

*Karya Thoudy ini mengantarkannya meraih CommBank Most Valuable Photojournalist pada program XL Axiata Photojournalist Mentorship 2020.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *