Logo PFI Resize
Lambang Pewarta Foto Indonesia (PFI), dibuat oleh Oscar Motuloh yang merepresentasikan roll film yang pada saat itu (1998) dipakai sebagai peluru pewarta foto dalam mengabadikan peristiwa.

Melawan Dengan Karya dan Profesionalitas

Organisasi Pewarta Foto Indonesia (PFI) lahir dari keresahan sejumlah jurnalis foto di era orde baru. Puncaknya adalah saat era reformasi, ketika banyak wartawan menjadi korban kekerasan aparat. Berawal dari hal itu, tepat pada 18 Desember 1998 organisasi terbesar yang menjadi wadah pewarta foto di Indonesia lahir.

Bermula pada awal 90-an, angkatan muda pewarta foto mulai bermunculan. Saat itu, keadaan tampak damai karena aksi demonstrasi yang sangat terbatas dan media massa yang dikontrol oleh pemerintah. Namun suasana damai itu tidak terjadi di semua lapisan, sejumlah pembredelan media massa terjadi. Korbannya antara lain tabloid Detik, majalah Editor, dan Tempo di tahun 1994.

Tekanan-tekanan juga mulai dirasakan para pewarta foto saat terjadi pembredelan media massa.  Puncaknya terjadi saat pewarta foto kantor berita Antara, Saptono Soemardjo, dipukuli oleh aparat keamanan. Tak hanya itu, berbagai peristiwa kekerasan lain di Jakarta maupun di kota lain menjadi titik puncak kegeraman jurnalis di Indonesia.   

Merespon berbagai peristiwa itu, pewarta foto di berbagai daerah di Indonesia mulai masif melakukan pertemuan dan membahas upaya untuk melindungi sejawatnya di Indonesia.

Rapat-rapat penting di Jakarta diselenggarakan sebagai titik awal terbentuknya organisasi, dengan tujuan untuk mewujudkan cita-cita luhur yang ditandai dengan deklarasi PFI sebagai satu-satunya organisasi pewarta foto di Indonesia. Semangat ini diwujudkan dengan pameran foto pertama pada 18 Desember 1998 yang berjudul “Dari Lengser Sampai Semanggi” di Galeri Foto Jurnalistik Antara (GFJA),  Jakarta. Pameran ini menampilkan foto-foto peristiwa di berbagai daerah sejak lengsernya Soeharto sampai Tragedi Semanggi I.

Para penggagas berdirinya PFI sengaja menggunakan istilah pewarta foto sebagai kata ganti untuk jurnalis foto. Hal ini dilakukan agar bisa menjadi pembeda dari fotografer profesional non-wartawan. Pewarta foto dimaknai sebagai fotografer pencari “berita foto” sekaligus wartawan dan fotografer profesional.

Usai diselenggarakannya pameran foto pertama itu, suluh perjuangan organisasi semakin menjalar ke daerah-daerah lainnya. Hingga tahun 2023 ini, PFI sudah ada di 21 kota di Indonesia, dan telah menjadi organisasi pers terbesar di Indonesia dibawah Dewan Pers bersama AJI, IJTI, dan PWI.

Gerakan Kesetaraan

Pada era lampau, pewarta foto kerap dianggap sebegai wartawan “kelas dua” setelah reporter tulis. Keberadaan pewarta foto di kantor media massa kurang diapresiasi karena literasi akan pentingnya sebuah foto dalam dunia jurnalistik kala itu sangat kurang, meskipun mayoritas setiap harinya halaman depan koran diisi dengan foto headline.

Berbagai tantangan dan hambatan mewarnai perjuangan kesetaraan. Karena saat orde baru, hanya ada satu organisasi wartawan yang berdiri dan kantor media massa tidak menyarankan karyawannya ikut organisasi di luar itu, terlebih mendirikan organisasi sendiri. Karena saat itu semua media massa benar-benar diawasi oleh penguasa.

Seiring berjalannya waktu, cita-cita menggapai kesetaraan mulai menemukan cahayanya. Hal ini bisa tercapai dengan kegiatan-kegiatan, program, dan gerakan yang diinisiasi oleh PFI dari masa ke masa. Salah satu program yang diakui berbagai kalangan adalah Anugerah Pewarta Foto Indonesia (APFI). APFI adalah sebuah ajang paling bergengsi foto jurnalistik Indonesia yang ditujukan untuk menghargai karya-karya para pewarta foto.

Tak hanya itu, mulai 2022, PFI juga telah resmi disahkan Dewan Pers sebagai lembaga uji kompetensi. PFI sekarang bisa menguji anggotanya dengan modul ujinya sendiri yang berbasis foto jurnalistik. Hal ini sangat penting dilakukan untuk meningkatkan kapasitas sebagai seorang jurnalis yang terus bertumbuh dan dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman di era modern.

Kekuasaan tertinggi PFI ada di tangan Kongres yang digelar setiap tiga tahun sekali. PFI dijalankan oleh Ketua Umum, Sekretaris Jenderal, dan para pengurus dibantu Koordinator Wilayah. Selain itu ada pula Majelis Etik yang memiliki tugas-tugas spesifik yang diatur di AD/ART organisasi.

Setiap masa memiliki tantangan dan kesulitannya masing-masing, para pengurus PFI di tiap periodenya selalu mencicipi dan mengalami kesulitannya masing-masing. Meski demikian, dari tahun ke tahun PFI semakin tumbuh dan berkembang.

PFI lahir sebagai jawaban keresahan pewarta foto yang membutuhkan perlindungan dan kesetaraan. Generasi penerus PFI akan selalu dihadapkan tantangan zaman dan dituntut untuk menjawab keresahan pewarta foto di eranya masing-masing.

Nama Ketua Umum – Sekretaris Jenderal Pewarta Foto Indonesia (PFI) Nasional

PeriodeKetua UmumSekretaris Jenderal
1998 – 2002Arbain RambeyOscar Motuloh
2002 – 2006Kroes HaryantoZarqoni Maksoem
2006 – 2010Arief SuhardimanAstra Bonardo
2010 – 2014Jerry AdigunaFransiskus Parulian
2014 – 2019Lucky FransiskaFransiskus Parulian
2019 – 2022Reno EsnirHendra Eka
2022 – 2025Reno EsnirHendra Eka

*Disahkan pada rapat pleno Kongres VII PFI di Jakarta, 13 April 2023.