Sejak erupsi pada akhir 2023 yang menelan korban puluhan jiwa, Gunung Marapi di Sumatra Barat masih terus mengalami erupsi dan menyemburkan material vulkanik hingga hari ini. Mengancam kehidupan warga di sekitar kaki Gunung Marapi.
Oleh: Ramadhani | PFI Padang
Gunung Marapi, gunung purba dalam Tambo Minangkabau yang sejak alam terkambang telah menjadi akar narasi kehidupan masyarakat Minangkabau. Ia sejak lama telah menjadi titik tumpu peristiwa-peristwa sejarah masyarakat di Sumatra dan juga menjadi cikal perkembangan kebudayaan khususnya bagi masyarakat Minangkabau.
Sajak Gunuang Marapi Sagadang Talua Itiak, merupakan lini masa yang digunakan dalam Tambo, kitab sejarah mitologi masyarakat Minangkabau, yang berpijak pada keberadaan Gunung Marapi. Dari Gunung Marapi masyarakat Minangkabau “turun” ke daerah rantau, dari Masyarakat Minangkabau di sekitaran Gunung Marapi pula kebudayaan Minangkabau terus tumbuh dan menyebar ke daerah lain bahkan hingga ke mancanegara.
Marapi, gunung api aktif itu erupsi pada 3 Desember 2023. Kolom abunya membumbung ke langit hingga ketinggian 3.000 meter. Peristiwa dahsyat itu menelan korban jiwa 24 orang pendaki. Dua Puluhan lebih kepala keluarga terpaksa mengungsi meninggalkan rumah mereka di sekitar kaki Gunung Marapi. Sejak saat itu Gunung Marapi ditutup untuk aktivitas wisata alam. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi melarang segala macam kegiatan masyarakat dalam radius 3 kilometer dari puncak kawah Marapi. Hingga hari ini Gunung Marapi tidak kunjung berhenti menyemburkan isi perutnya.
Setahun lebih berselang sejak erupsi besar itu terjadi, kehidupan masyarakat di sekitar Gunung Marapi masih terus berjalan, meski selalu berada dalam ancaman bencana yang bisa terjadi kapan saja. Banyak yang tidak menyadari ancaman geologis ini juga mengancam berbagai sendi kehidupan masyarakat. Konyolnya, enam orang pemuda tanggung malah melakukan pendakian ke Gunung Marapi pada 19 Januari lalu. Video pendakian ilegal itu mereka sebar di media sosial yang kemudian menuai kecaman dari berbagai pihak. Para pendaki itu kemudian dipanggil oleh Balai Konservasi Sumbar Daya Alam (BKSDA) Sumbar. Pelanggaran yang hanya selesai dengan sebuah video permintaan maaf dan berujung ditutupnya Gunung Marapi untuk pendakian secara permanen. Kondisi yang menggambarkan betapa abainya kita pada kondisi alam dan sungguhnya malasnya kita belajar dari peristiwa di masa lalu.
Erupsi Gunung Marapi tidak hanya mengancam kehidupan masyarakat yang bermukim di lereng gunung saja. Agam dan Tanah Datar, dua kabupaten yang mayoritas masyarakatnya menggantungkan hidup dari hasil pertanian juga rentan terdampak bencanan letusan gunung api. Satu tahun belakangan, semburan abu vulkanik yang menyebar ke sejumlah nagari berdampak pada hasil panen. Belakangan, para petani mengaku sejumlah tanaman gagal tumbuh akibat diselubungi abu gunung api yang masih terus menyemburkan isi perutnya tanpa bisa diprediksi.
Selain mengancam sektor pertanian dan kehidupan ekonomi masyarakat, erupsi Marapi juga dapat berdampak pada berbagai kebudayaan yang berkembang di sekitar Gunung Marapi. Termasuk berbagai aliran silat tradisional yang telah berakar kuat pada masyarakat di kaki Marapi, khususnya daerah Agam Tuo seperti Sungai Pua, Batu Palano, Lasi, Bukik Batabuah dan sejumlah daerah lain di edaran Gunung Marapi. Wilayah Agam Tuo di kaki Gunung Marapi dikenal sebagai salah satu pusat pengembangan aliran Silek Tuo, beladiri khas Minangkabau.
“Marapi bisa meletus kapan saja. Abu-abu yang disemburkannya menyuburkan tanah tapi juga bisa menyebabkan gagal panen. Meski begitu, orang-orang di sini berupaya menjalani hidup sebaik-baiknya,” ujar Rano, petani di kaki Gunung Marapi. Bersiasat dengan keadaan menjalani satu-satunya pilihan bagi sebagian besar masyarakat di kaki Gunung Marapi. Tanah lereng Marapi yang subur masih menjadi tumpuan kehidupan para petani dari generasi ke generasi. Relokasi ke tempat yang lebih aman, menjadi pilihan pahit yang mungkin baru akan diambil ketika ketika nyawa benar-benar terancam. Sebelum itu, masyarakat di kaki Marapi akan terus berupaya berdamai dengan keadaan, sembari terus berdoa, Marapi tak lagi menebar bahaya.