Oleh: Adi Prima | PFI Padang
Apa yang kita saksikan hari ini hampir tidak ada bedanya dengan apa yang dilakukan nenek moyang pada ratusan tahun yang lalu.
Pacu jawi adalah Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) milik Tanah Datar dan wujud sujud syukur masyarakat paska panen padi yang bermula dari Nagari Tuo Pariangan, ucap peneliti pacu jawi, Irwan Malin Basa.
Mendunia nya pacu jawi tidak terlepas dari aksi-aksi joki yang berhasil membawa jawi pacu berlari lurus dan mengatur cipratan air di sawah berlumpur.
Bunga lumpur yang berterbangan ketika joki membawa jawi berlari merupakan salah satu momen yang ditunggu-tunggu para fotografer.
Joki yang terjatuh ke dalam sawah atau joki yang terus berlari lurus hingga ke ujung sawah, diapresiasi dengan sorak sindiran atau sorak gembira oleh penonton.
Namun, tidak ada dendam antara joki dan penonoton karena pacu jawi adalah hiburan bagi masyarakat, lanjut Irwan Malin Basa.
Saat ini, jumlah joki pacu jawi diperkirakan sekitar 50 orang dan berasal dari berbagai latar belakang pekerjaan. “Joki tidak dibayar, resiko terbesar menjadi joki pacu adalah terluka dan lepas kuku kaki”, ucap Wandi, pegawai di kantor Wali Nagari Cubadak yang sudah 11 tahun menjadi joki pacu jawi.