Pembuktian Penyandang Disabilitas

Pembuktian Penyandang DisabilitasOleh: Alif Zaky*

Terlahir menyandang kelainan fisik, Warnadi kecil mengalami keputusasaan akibat ketiadaan salah satu kakinya. Namun hal itu kini berbanding terbalik dengan pencapaian yang telah ia raih.

Perjuangan pria kelahiran Kuningan, 21 Oktober 1987 ini dimulai ketika ia hijrah menuju Ibukota pada 2003, saat itu usianya baru 14 tahun. Warnadi diajak tetangga di kampung halamannya menuju Panti Sosial Bina Daksa Budi Bhakti di Jakarta Barat. Namun, dibalik kepergiannya itu, ia merasakan kekecewaan, ia merasa seakan terusir dari rumahnya sendiri.

Rasa kecewa Warnadi luntur seiring berjalannya waktu, manakala mengingat perkataan sang ibu, Tarmini, yang berujar tentang menjadi sosok pemimpin dan hidup mandiri. Perkataan tersebut menjadi motivasi baginya untuk berjuang agar tidak bergantung kepada orang lain.

Di panti sosial, Warnadi mengasah dirinya dengan menekuni keterampilan sablon. Di sana pula, dirinya mendapatkan bantuan kaki palsu untuk pertama kali. Baginya, kaki palsu layaknya nyawa, dengan kaki palsu ia dapat beraktivitas seperti manusia dengan fisik sempurna.

Lambat laun, Warnadi mulai bekerja di beberapa vendor sablon berkat keterampilan yang diterima. Sampai akhirnya, tahun 2015 ia memutuskan membuka usaha sablonnya sendiri, sekaligus meninggalkan panti sosial. Berbekal tabungan yang dimiliki, ia menyewa rumah tiga petak di Petukangan Utara, Jakarta Selatan yang juga menjadi tempat usaha sablonnya sekarang.

Seiring usaha sablonnya berjalan, pria lajang penggemar Persib Bandung ini turut tergabung menjadi punggawa Garuda-Indonesia Amputee Football sejak 2018. Warnadi mengaku senang bergabung dengan wadah sepak bola untuk penyandang disabilitas, dengan begitu kegemarannya sejak kecil dapat tersalurkan. Bersama Garuda-INAF, dirinya berhasil membawa harum nama Indonesia ketika meraih juara 2 pada gelaran 8th Pan Disability Football Championship 2018 di Malaysia.

Warnadi menyakini apa yang dialaminya saat lahir hingga sekarang adalah sebuah Anugerah dari Tuhan. Hal itu juga didukung dengan kemauannya untuk berusaha dan semangat pantang menyerah.

*Alif Zaky Assidiqi lahir di Jakarta 28 Mei 1997, memulai pendidikan fotografi pada akhir tahun 2016 di klub fotografi UPN “Veteran” Jakarta, Frame of Photography. Ketertarikannya pada foto jurnalistik berawal pada tahun 2017 saat ia mendokumentasikan peringatan Hari Buruh Internasional. Semenjak itu, Alif mulai mengasah kemampuan diri dengan melakukan photo hunting, mendatangi sejumlah pameran, dan mengikuti seminar. Saat ini Alif bekerja sebagai pewarta foto lepas di sejumlah agensi. Melalui foto jurnalistik, ia berhasil meraih penghargaan Anugerah Pewarta Foto Indonesia 2019 kategori Photo Story-Citizen Journalist dengan judul “Melawan Batas”.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *