Oleh: Adi Ibrahim | PFI Jakarta
Mereka Berebut Kuasa,
Mereka Menenteng Senjata,
Mereka Menembak Rakyat,
Kemudian Mereka Bersembunyi di Balik Ketek Kekuasaan,
Apa Kita Biarkan Mereka Untuk Gagah
Mereka Gagal Untuk Gagah
Mereka Hanya Ganti Baju
Tapi Dalam Tubuh Mereka adalah sebuah Kehinaan
Sesuatu yang Tidak Bertanggung Jawab
Sesuatu yang Mereka Bayar Sampai Titik Manapun.
Potongan orasi (alm) Munir yang dijadikan intro lagu “Rima Ababil”-nya Homicide, sekaligus menemani saya di hari libur menyusuri jalan Ibu Kota serta membuat pikiran saya melompat jauh ke tahun-tahun dimana berjibaku melarikan diri dari perihnya gas air mata.
Beberapa tahun ini Indonesia sedang tidak menyenangkan. Berbagai masalah silih berganti, dari PHK massal, sampai kerusuhan terkait pengesahan Undang-undang Cipta Kerja yang prosesnya kontroversial. Saat itu ribuan massa dari elemen buruh, mahasiswa dan pelajar turun ke jalan menolak udang-undang yang disebut sebagai Omnibus Law.
Mereka berdemonstrasi pada 6 Oktober 2020, kemudian demo berujung pada kerusuhan bahkan hingga di beberapa daerah seperti Jakarta, Yogyakarta, Bandung dan Makassar pada 8 Oktober 2020.
Kerusuhan diwarnai tindakan represif aparat keamanan dalam rangka pengamanan demo tolak Omnibus Law Ciptaker pun tak terhindarkan. Saat itu saya melihat langsung ribuan massa lari berhamburan ketika tembakan gas air mata mendarat di tanah, alih-alih untu membubarkan massa.
Bukan hanya pedemo, para jurnalis yang menjalani liputan pun tak luput dari kekerasan–termasuk yang dilakukan oleh polisi. Per Sabtu (10/10), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mencatat ada 28 wartawan di 38 kota yang mengalami kekerasan saat meliput aksi tolak omnibus law.
Tindakan represif aparat terjadi dalam aksi yang dilakukan masyarakat, termasuk pada aksi May Day 2019, aksi Bawaslu 21-23 Mei 2019, Reformasi Dikorupsi 23-30 September 2019, hingga aksi Omnibus Law yang masih terjadi belakangan ini.
KONTRAS mencatat ada 157 peristiwa serangan kebebasan sipil dalam kurun waktu Oktober 2019 sampai September 2020. Dari jumlah tersebut, yang paling marak adalah penangkapan dengan jumlah 63 kasus.
Kemudian disusul pembubaran 55 kasus, pelarangan 22 kasus, intimidasi 22 kasus, penganiayaan 16 kasus, persekusi lima kasus, dan sanksi sewenang-wenang satu kasus.
Kisah demonstrasi baik mahasiswa maupun buruh di Indonesia tidak selesai sampai disini. Demonstrasi terus bermunculan hingga saat ini, bentuk ketidakpuasan masyarakat terhadap berbagai keputusan pemerintah.
Untuk mengingat momen demonstrasi kali ini saya mencoba kembali lagi ke tempat kejadain yang sama. Melakukan juxtaposition bersama foto arsip yang saya amiba beberapa tahun yang lalu, di Kawasan Gedung DPR RI, Patung Kuda, Monas, Istana Merdeka dan Kawasan Harmoni.