Oleh: Aris Novia Hidayat | PFI Malang
Lutung Jawa (Tracyphitecus auratus) merupakan satwa endemik yang hanya terdapat di kawasan hutan hujan tropis pulau Jawa, Bali dan Lombok. Beberapa masyarakat menyebutnya Budheng. Memiliki ciri warna bulu dominan hitam, dan atau berwarna oranye serta mempunyai ekor panjang. Lutung Jawa merupakan hewan diurnal, mereka aktif pada siang hari di atas pepohonan dan hidup secara berkelompok.
Sejak tahun 1999 Lutung Jawa (Tracyphitecus auratus) di masukkan sebagai satwa yang di lindungi negara. Spesies ini masuk kategori konvensi perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar (CITES) dalam Appendix II karena populasinya rentan kepunahan. Lembaga konservasi dunia, International Union for Conservation of Nature (IUCN) menyebut bahwa terdapat sekitar 125 primata asli Indonesia yang terancam punah, salah satu diantaranya adalah Lutung Jawa.
Keberadaan satwa ini dianggap rentan karena populasinya terus menurun akibat pembukaan hutan menjadi lahan pertanian, pemukiman, dan maraknya perburuan serta perdagangan satwa. Untuk itu upaya konservasi penting untuk dilakukan.
Terhitung sejak 2012 hingga 2021, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Timur dan Javan Langur Centre (JLC) yang berada dibawah naungan The Aspinall Foundation Indonesia Program (TAF-IP), telah melakukan pelepasliaran lutung jawa sebanyak 20 kali dengan total 109 ekor. Kesemuanya tersebut tersebar di kawasan Tahura R. Soerjo dan Hutan lindung Malang Selatan.
Sebelum di lepas ke alam, lutung yang sebagian besar merupakan hasil sitaan tersebut menjalani proses rehabilitasi di JLC. Rehabilitasi lutung mempunyai jangka waktu berbeda-beda, mulai hitungan bulan bahkan sampai tahunan, tergantung dari masing-masing individu lutung. Kini 109 ekor lutung tersebut telah kembali ke hutan dan menghirup udara kebebasan