Ancaman Abrasi Pesisir Pantai Sumbar

OLEH: Givo Alputra | PFI Padang

Masyarakat di pesisir pantai Sumatera Barat saat ini mengalami dampak nyata perubahan iklim. Daratan hingga rumah penduduk di pesisir pantai terancam hilang karena tergerusnya daratan yang terjadi setiap tahun. Kenaikan muka air laut juga diperkirakan telah mempercepat terjadinya abrasi pantai.

Para peneliti mencatat bahwa suhu bumi terus meningkat akibat populasi manusia. Suhu global yang terus meningkat membuat cadangan air yang kini tersimpan dalam bentuk lapisan es perlahan-lahan mencair ke lautan sehingga meningkatkan tinggi permukaan air laut ke titik yang akan berdampak signifikan pada masyarakat pesisir.

Prediksi sebelumnya menyebutkan bahwa permukaan air laut akan naik setinggi 3,2 meter dalam 1.000 tahun ke depan. Namun penelitian terbaru menunjukkan bahwa angka yang mengkhawatirkan ini mungkin sedikit terlalu optimis.

Menurut prediksi terbaru yang telah merevisi prediksi sebelumnya, kenaikan air laut selama abad berikutnya bisa jadi satu meter lebih tinggi lagi. Jadi, peningkatan tinggi laut dalam millennium berikutnya akan beretambah hingga 30 persen dibanding perkiraan sebelumnya seperti dikutip dari Nationalgeograpic.grip.id.

Loka Riset Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir (LRSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan mencatat wilayah yang terdampak abrasi pantai di wilayaah pesisir Sumbar, yakni terjadi di Padang, Pesisir Selatan, Padang Pariaman, Agam dan Pasaman Barat.

LRSDKP mengambil sampel untuk Padang saja bahwa kota itu mengalami kehilangan garis pantai 21-49,4 meter per tahun. Kehilangan itu terjadi sepanjang 24,7 kilometer dari 74 kilometer garis pantai di Padang pada 2009-2018.

Peneliti Oseanografi Kementerian Kelautan dan Perikanan, Ulung Jantama Wisha mengatakan bahwa dampak perubahan iklim seperti kenaikan air muka laut memang terjadi. Kenaikan di Kota Padang 0,37 cm per tahun. Pemerintah berusaha memasang batu grip atau groin untuk mencegah abrasi.

Dari Analisis Spasial yang dilakukan WALHI Sumbar Juli 2022, gelombang pasir pada bulan itu mencapai ketinggian tiga meter di Pantai Pasia Jambak, Kelurahan Pasia Nan Tigo, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang, hingga berdampak terhadap pemukiman masyarakat. Abrasi di kelurahan itu mencapai lebih dari 50 Meter dari bibir pantai. Ada Ratusan rumah yang akan terancam hilang. Sebanyak 11.581 jiwa penduduk yang akan terpapar di Kelurahan tersebut.

Faktor internal yang mempengaruhi tingginya dampak abrasi adalah alih fungsi lahan di Kelurahan Pasia Nan Tigo. Alih fungsi lahan mangrove atau tanaman rawa menjadi tambak udang. Tercatat Tahun 2021 sebanyak 31 petak tambak udang berada di keluarhan Pasia Nan Tigo, yang berasal dari alih fungsi lahan rawa serta mangrove.

Di Pantai Air Manis, Padang, rumah warga sudah terdampak akibat abrasi dan kenaikan air laut. Eli (47) berupaya melindungi rumahya yang menghadap ke laut lepas dari deburan ombak dengan karung-karung berisi batu. Hal serupa juga terjadi kepada tetangganya, Edi dan keluarga. Mereka turut memasang penghalang ombak dengan karung berisi pasir.

Di Padang Pariaman ada sekitar 10,58 meter abrasi terjadi tiap tahun menurut catatan Loka Riset Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir (LRSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan, seperti dikutip dari Mongabay.

Rumah Enekregel di Pantai Pasir Baru, Sungai Limau, Padang Pariaman ambruk di bagian belakangnya karena dihantam gelombang. Penyebabnya adalah pengikisan daratan yang terus menerus sehingga ombak semakin dekat ke pemukiman. “Saya memutuskan membawa keluarga untuk menumpang di rumah orang tua karena rumah saya sudah tidak layak huni. Apalagi ombak terus mengikis bagian bawah rumah. Itu sangat menakutkan,” kata dia

Nim (54) juga merasakan hal yang sama. Bagian belakang rumahnya juga hancur meski sudah diapit batu grip. Perbedaannya adalah ia tetap bertahan untuk menetap di rumahnya. Perempuan itu memasukan pasir ke dalam karung yang diberi oleh pemerintah sebagai penahan ombak agar tidak meggerus rumahnya.

“Dengan cara itu sangat tidak ampuh sebenarnya, hanya itu yang bisa dilakukan. Kalau pergi-pun tidak ada tempat untuk tinggal,”

Menurutnya air sumur yang digunakan untuk keperluan mencuci dan mandi sudah asin karena terkontaminasi air laut. “Untuk minum beli dari luar,” Awal Agustus 2022 kemaren, Antara Sumbar menerbitkan artikel tentang abrasi di pantai Tiku, Agam “700 unit rumah berjarak sekitar 300 sampai 400 meter dari bibir pantai dan sebelumnya berjarak sekitar 1,5 kilometer. Ini akibat abrasi terjadi hampir setiap tahun dan satu minggu terakhir sekitar 15 meter daratan yang tergerus gelombang pasang dengan panjang empat kilometer. Semenjak 2021 sampai 2 Agustus 2022 sekitar 50 meter daratan yang tergerus gelombang pasang,”