Mangrove Tercekik Plastik

Oleh: Fully Syafi | PFI Malang

Mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh diantara garis pasang surut, sehingga hutan mangrove dinamakan juga hutan pasang. Hutan mangrove dapat tumbuh pada pantai karang, yaitu pada karang koral mati yang di atasnya ditumbuhi selapis tipis pasir atau ditumbuhi lumpur atau pantai berlumpur.

Hutan mangrove terdapat didaerah pantai yang terus menerus atau berurutan terendam dalam air laut dan dipengaruhi pasang surut, tanahnya terdiri atas lumpur dan pasir. Secara harfiah, luasan hutan mangrove ini hanya sekitar 3% dari luas seluruh kawasan hutan dan 25% dari seluruh hutan mangrove di dunia. Mangrove merupakan salah satu ekosistem langka, karena luasnya hanya 2% dari permukaan bumi. Indonesia merupakan kawasan ekosistem mangrove terluas di dunia.

Surabaya, yang merupakan kota pantai terbesar kedua di Indonesia dengan luas Kawasan Lindung Mangrove (KLM) sebesar 2.504 hektar atau 7.48% dari luas kota Surabaya.

Hutan mangrove memiliki peran penting bagi keberlanjutan lingkungan pesisir. Saat ini kawasan hutan mangrove terancam oleh keberadaan sampah plastik dari laut yang terjebak di akar akar pohon mangrove dan sekitarnya. Sampah plastik berbagai macam produk mencekit ribuan pohon mangrove. Sebagian besar sampah plastik tersebut, termasuk dari sampah rumah tangga, terbawa dari pedalaman ke pesisir oleh aliran sungai-sungai setempat.

Akhirnya, sampah plastik itu terjebak di kawasan terakhir antara darat dan laut. Menumpuk di muara-muara perbatasan sungai dan laut, termasuk yang merupakan area hutan mangrove.

Celine van Bijsterveldt, peneliti dari NIOZ (Nederlands Instituut voor Zeeonderzoek) menyatakan “ Mangrove membentuk perangkap sampah plastik yang sempurna” seperti dilansir dari Science Daily. Bagi pohon-pohon mangrove, jebakan ini bisa menjadi sangat mematikan. Jenis pohon mangrove yang paling umum di pantai Jawa adalah  mangrove abu-abu yang  memiliki akar tumbuh ke atas untuk mengalirkan oksigen saat air pasang. Saat plastik memerangkap akar mangrove, akan mengganggu proses respirasi akar atau prsoes bernafas mangrove. Dalam penelitiannya disempanjang pesisir Jawa, Van Bijsterveldt menemukan 27 meter persegi plastik.

Akar mangrove mampu berubah arah pertumbuhannya jika terhalang dan akar akan tumbuh sekitar plastik. Sehingga saat separuh dari dasar hutan tertutup plastik, pohon masih mendapat cukup oksigen untuk menghidupi daunnya. Namun tak semua pohon bakau bernasib naik dan mampu bermanuver untuk tetap tumbuh di antara sampah plastik. Pohon yang tak bisa tumbuh lebih besar dari plastik akan mati.

Mangrove memiliki peran pertahanan alami berbiaya rendah bagi masyarakat pesisir. Hutan bakau berfungsi seperti pemecah gelombang dan dapat mencegah erosi dengan menjebak sedimen dari air,” papar Van Bijsterveldt. Bakau yang sehat berarti populasi ikan yang sehat dan ekonomi penangkapan ikan yang berkelanjutan. Industri pariwisata juga menemukan hutan sebagai daya tarik yang berkembang untuk meningkatkan ekonomi lokal. Namun memulihkan hutan bakau atau mangrove tak mungkin dilakukan tanpa pengelolaan limbah yang lebih baik. “Restorasi (hutan mangrove) yang sukses harus sejalan dengan pengelolaan limbah yang berkelanjutan,” kata Van Bijsterveldt.

Keberadaan sampah plastik di Kawasan hutan mangrove sangat menggangu fungsi hutan. Hutan, mangrove mempunyai dua fungsi yaitu, fungsi fisik dan fungsi ekologis. Fungsi fisik mangrove adalah sebagai pencegah erosi pantai, penahan gelombang tsunami, dan pencegah masuknya air laut ke daratan (intrusi air laut). Sedangkan fungsi ekologis mangrove adalah sebagai tempat mencari makan (Feeding Ground), tempat beranak pinak dan pengasuhan binatang mangrove (Spawning/Nursery ground) dan pertukaran nutrisi (Export Nutrien).

Selain ancaman kelestarian pohon mangrove,sampah plastik juga menjadi ancaman besar bagi biota laut. Sampah plastik yang mencekik phon mangrove lambat laut akan terdegradasi menjadi serpihan mikroplastik yang akan mengambang di lautan. Sebagian besar plastik yang dibuang ke laut kemungkinan besar berakhir di pantai, bukan mengapung di atas permukaan laut atau di dasar laut.

Pecahan plastik yang lebih besar yang berada lama di laut bisa pecah menjadi lebih kecil karena pelapukan dan energi mekanis, seperti gelombang laut. Seiring berjalannya waktu, plastik ini pecah menjadi mikroplastik, pecahan dengan diameter lebih kecil dari 5 milimeter. Ukuran yang kecil ini berpotensi menyebabkan mikroplastik dimakan makhluk hidup di laut, mulai dari plankton, krustasea, hingga ikan.Ketika mikroplastik masuk ke rantai makanan laut di tingkat rendah, mikroplastik bisa berpengaruh pada seluruh rantai makanan karena spesies yang besar memakan spesies yang lebih kecil.